Mutiara Hadits 1039
SAHABAT KITA JUGA PUNYA AIB
Tidak ada seorang pun di dunia yang luput dari aib. Namun terkadang, kita tidak jujur terhadap diri kita. Kita tidak siap mental menerima aib kita, sering terkesan membela-bela diri dan tidak mau menerima aib kita yang terungkap. Seandainya energi yang kita pergunakan untuk membela diri itu kita alihkan untuk melaksanakan ketaatan, maka perlahan namun pasti, aib-aib kita itu akan terlihat oleh kita. Kita akan bisa mengetahui aib yang kita miliki, apalagi jika kita memiliki teman yang baik, yang selalu mengingatkan kita kepada dzikrullah dan mengingatkan kita terhadap aib kita tanpa bermaksud mencela ataupun menyiarkannya dikhalayak ramai.
Seseorang tidak boleh sudah merasa baik, karena kalau sudah merasa baik, akan sulit untuk diperbaiki dan memperbaiki.
Inilah hakikat dari tawaadhu’
Selalu merasa diri belum baik
Dan merasa orang lain lebih baik dari dirinya.
Al-Fudhail bin ‘Iyadh rahimahullah berkata,
ﻣﻦ ﻃﻠﺐ ﺃﺧﺎ ﺑﻼ ﻋﻴﺐ، ﺻﺎﺭ ﺑﻼ ﺃﺥ
“Barangsiapa mencari teman yang tidak memiliki aib, sungguh ia akan hidup sendiri tanpa teman.”
(Sya’bul Iman no. 7887)
Abdullah Al Muzani rahimahullah berkata,
إن عرض لك إبليس بأن لك فضلاً على أحد من أهل الإسلام فانظر، فإن كان أكبر منك فقل قد سبقني هذا بالإيمان والعمل الصالح فهو خير مني، وإن كان أصغر منك فقل قد سبقت هذا بالمعاصي والذنوب واستوجبت العقوبة فهو خير مني، فإنك لا ترى أحداً من أهل الإسلام إلا أكبر منك أو أصغر منك.
“Jika iblis memberikan was-was kepadamu bahwa engkau lebih mulia dari muslim lainnya, maka perhatikanlah.
Jika ada orang lain yang lebih tua darimu, maka seharusnya engkau katakan, “Orang tersebut telah lebih dahulu beriman dan beramal sholih dariku, maka ia lebih baik dariku.”
Jika ada orang lainnya yang lebih muda darimu, maka seharusnya engkau katakan,
“Aku telah lebih dulu bermaksiat dan berlumuran dosa serta lebih pantas mendapatkan siksa dibanding dirinya, maka ia sebenarnya lebih baik dariku.”
Demikianlah sikap yang seharusnya engkau perhatikan ketika engkau melihat yang lebih tua atau yang lebih muda darimu.”
(Hilyatul Awliya’ 2/226)
Abdullah bin ‘Umar ra menyampaikan hadits yang sama, ia berkata, “Suatu hari Rasulullah
shalallahu ‘alaihi wa salam naik ke atas mimbar, lalu menyeru dengan suara yang tinggi:
يَا مَعْشَرَ مَنْ أَسْلَمَ بِلِسَانِهِ وَلَمْ يُفْضِ اْلإِيْمَانُ إِلَى قَلْبِهِ، لاَ تُؤْذُو الْمُسْلِمِيْنَ، وَلاَ تُعَيِّرُوهُمْ، وَلاَ تَتَّبِعُوْا عَوْرَاتِهِمْ، فَإِنَّهُ مَنْ تَتَبَّعَ عَوْرَةَ أَخِيْهِ الْمُسْلِمِ تَتَبَّعَ اللهُ عَوْرَتَهُ، وَمَنْ يَتَّبِعِ اللهُ عَوْرَتَهُ، يَفْضَحْهُ وَلَوْ فِي جَوْفِ رَحْلِهِ
“Wahai sekalian orang yang mengaku berislam dengan lisannya dan iman itu belum sampai ke dalam hatinya. Janganlah kalian menyakiti kaum muslimin, janganlah menjelekkan mereka, jangan mencari-cari aib mereka. Karena orang yang suka mencari-cari aib saudaranya sesama muslim, Allah akan mencari-cari aibnya. Dan siapa yang dicari-cari aibnya oleh Allah, niscaya Allah akan membongkarnya walau ia berada di tengah tempat tinggalnya.” (HR. At-Tirmidzi)
Dalam hadits yang lain Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa salam bersabda,
وَمَنْ سَتَرَ عَلَى مُسْلِمٍ فِي الدُّنْيَا سَتَرَ اللَّهُ عَلَيْهِ فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ
Artinya, “Dan barangsiapa yang menutupi (aib) seorang muslim sewaktu di dunia, maka Allah akan menutup (aibnya) di dunia dan akhirat.” (HR. At Tirmidzi)
Yang harus kita ingat agar kita tidak membicarakan aib orang lain adalah mungkin saja ini ujian yang Allah Ta'ala berikan kepada orang itu sehingga Allah Ta'ala tampakan kesalahan dan aib orang tersebut agar bisa menjadi ujian juga bagi kita dengan harapan kita dapat mengambil pelajaran dari apa yang tampak dari aib itu. Dengan demikian kita semestinya menutup aib tersebut sehingga Allah Ta'ala akan memberi jaminan bahwa aib kita akan ditutup pula baik di dunia maupun di akhirat.
Seandainya dosa itu dapat mengeluarkan bau busuk dan kita dapat mencium bau busuk tersebut, mungkin saja kita ini bisa lebih busuk baunya dibandingkan orang yang tampak aibnya itu.
Wallahu a'lam
#AbuMiQdam/AkhlaqMulia#
ConversionConversion EmoticonEmoticon