Tafsir Al-A'raf Ayat 175-177


Allah SWT berfirman:

وَاتْلُ عَلَيْهِمْ نَبَاَ الَّذِيْۤ اٰتَيْنٰهُ اٰيٰتِنَا فَانْسَلَخَ مِنْهَا فَاَتْبَعَهُ الشَّيْطٰنُ فَكَانَ مِنَ الْغٰوِيْنَ

"Dan bacakanlah (Muhammad) kepada mereka, berita orang yang telah Kami berikan ayat-ayat Kami kepadanya, kemudian dia melepaskan diri dari ayat-ayat itu, lalu dia diikuti oleh setan (sampai dia tergoda), maka jadilah dia termasuk orang yang sesat."

وَلَوْ شِئْنَا لَرَفَعْنٰهُ بِهَا وَلٰـكِنَّهٗۤ اَخْلَدَ اِلَى الْاَرْضِ وَاتَّبَعَ هَوٰٮهُ ۚ فَمَثَلُهٗ كَمَثَلِ الْـكَلْبِ ۚ اِنْ تَحْمِلْ عَلَيْهِ يَلْهَثْ اَوْ تَتْرُكْهُ يَلْهَث ۗ ذٰ لِكَ مَثَلُ الْقَوْمِ الَّذِيْنَ كَذَّبُوْا بِاٰيٰتِنَا ۚ فَاقْصُصِ الْقَصَصَ لَعَلَّهُمْ يَتَفَكَّرُوْنَ

"Dan sekiranya Kami menghendaki niscaya Kami tinggikan (derajat)nya dengan (ayat-ayat) itu, tetapi dia cenderung kepada dunia dan mengikuti keinginannya (yang rendah), maka perumpamaannya seperti anjing, jika kamu menghalaunya dijulurkan lidahnya dan jika kamu membiarkannya ia menjulurkan lidahnya (juga). Demikianlah perumpamaan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami. Maka ceritakanlah kisah-kisah itu agar mereka berpikir."

سَآءَ مَثَلًا  لْقَوْمُ الَّذِيْنَ كَذَّبُوْا بِاٰيٰتِنَا وَاَنْفُسَهُمْ كَانُوْا يَظْلِمُوْنَ

"Sangat buruk perumpamaan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami; mereka menzalimi diri sendiri." (QS. Al-A'raf 7: Ayat 175-177)

Mengenai firman Allah: watlu ‘alaiHim naba-alladzii aatainaaHu aayaatinaa fansalakha minHaa (“Dan bacakanlah kepada mereka berita orang yang telah Kami berikan kepadanya ayat-ayat Kami [pengetahuan tentang isi al-Kitab], kemudian dia melepaskan diri dart pada ayat-ayat itu.”) Abdur Razzaq mengatakan dari ‘Abdullah bin Masud ia berkata: “Yaitu seseorang dari Bani Israil yang bemama Bal’am bin Ba’ura’.” Sedangkan Malik bin Dinar mengatakan: la adalah seorang ulama dari Bani Israil, yang do’anya senantiasa dikabulkan. Mereka mendahulukannya ketika menghadapi berbagai kesulitan. Dialah yang Allah sebutkan dalam firman-Nya: fansalakha minHaa (“Kemudian ia melepaskan diri dari ayat-ayat itu”)

Dan firman-Nya: fa atba’aHusy syaithaanu (“Lalu ia diikuti oleh syaithan”) maksudnya, maka ia tergoda syaithan dan dikuasainya, sehingga apa yang diperintahkannya ia mengikuti dan mentaatinya. Oleh karena itu, Allah berfirman: fa kaana minal ghaawiin (“Maka jadilah ia termasuk orang-orang yang binasa, bingung dan celaka.”)

Firman Allah: walau syi’naa larafa’naaHu biHaa wa lakinnaHuu akhlada ilaa ilal ardli wat taba’a HawaaHu (“Dan kalau Kami menghendaki, sesungguhnya Kami tinggikan [derajat]nya dengan ayat-ayat itu, tetapi dia cenderung kepada dunia dan menurutkan hawa nafsunya yang rendah.”)

Allah berfirman: wa lau syi’naa larafa’naaHu biHaa (“Dan kalau Kami menghendaki, sesungguhnya Kami tinggikan [derajatnya] dengan ayat-ayat ini.”) maksudnya, Kami sucikan ia dari berbagai kotoran dunia, dengan ayat-ayat yang Kami berikan kepadanya.

Wa lakinnaHu akhlada ilal ardli (“tetapi ia cenderung pada dunia”) maksudnya ia lebih cenderung pada perhiasan kehidupan dunia dan memilih kelezatan dan menikmatinya, serta tertipu olehnya, sebagaimana telah tertipu orang-orang lain yang tidak memiliki akal pikiran.

Dan Firman-Nya: fa matsaluHu kamatsalul kalbi in tahmil ‘alaiHi yalHats au tat-rukHu yalHats (“Maka perumpamaannya seperti anjing, jika kamu menghalaunya diulurkannya lidahnya. Dan jika kamu membiarkannya, ia mengulurkan lidahnya [juga].”)

Para ahli tafsir telah berbeda pendapat mengenai maknanya. Menurut ungkapan Ibnu Ishaq, dari Salim, dari Abu Nadhr, bahwa Bal’am keluar lidahnya sampai ke dadanya. Maka tasybih (penyerupaan) dirinya dengan anjing yang menjulurkan lidahnya dalam kedua situasi itu cukup jelas.


Ada juga yang mengatakan bahwa makna firman-Nya itu adalah Bal’am menjadi seperti anjing dalam kesesatannya yang terus-menerus, serta tidak mau mengambil manfaat, baik diseru kepada iman maupun tidak, sehingga menjadi seperti anjing yang menjulurkan lidahnya, baik ketika dihalau atau dibiarkan. Demikianlah keadaan Bal’am, di mana sama saja baginya, ia tidak mengambil manfaat ketika diberi pelajaran dan seruan kepada keimananan ataupun tidak sebagaimana firman Allah yang artinya: “Sama saja bagi mereka, engkau beri peringatan atau tidak engkau beri peringatan mereka tetap tidak akan beriman.” (Al-Baqarah: 6)


Dan firman Allah: faqshushil qashasha la’allaHum yatafakkaruun (“Maka ceritakanlah [kepada mereka] kisah-kisah itu agar mereka berfikir.”) Allah berfirman kepada Nabi-Nya, Muhammad saw. demikian maksudnya supaya bani Israil mengetahui keadaan Bal’am dan yang terjadi padanya, ketika disesatkan oleh Allah dan dijauhkan dari rahmat Allah, dengan sebab ia menggunakan nikmat Allah yang diberikan kepadanya berupa pengajaran nama-Nya yang Agung (yang jika diminta dengan nama itu, Allah pasti akan mengabulkan dan jika diseru dengannya, Allah pasti akan memenuhi) bukan dalam rangka ketaatan kepada Allah, bahkan ia pernah mendo’akan keburukan dengan menggunakan nama itu terhadap Hizbullah (golongan Allah) dan Hizbul Mukminin (golongan orang-orang yang beriman), para pengikut hamba Rasul-Nya pada zaman itu, yaitu Musa bin Imran as.

Oleh karena itu, Allah berfirman: la’allaHum yatafakkaruun (“Agar mereka befikir.”) Sehingga dengan demikian, mereka menghindarkan diri agar tidak mengalami hal yang serupa dengan Bal’am. Karena Allah telah memberikan kepada mereka ilmu dan kelebihan atas bangsa lainnya dari orang-orang Badui (Arab pedalaman) dan kepada mereka telah diberikan berita tentang sifat Muhammad saw, yang mereka semua mengenal sifatnya, seperti mereka mengenal anak mereka sendiri, maka mereka itulah yang sebenarnya lebih berhak dan lebih patut untuk mengikuti, membela dan mendukung Muhammad saw, sebagaimana hal itu telah diberitahukan dan diperintahkan oleh para Nabi mereka. Oleh karena itu, barangsiapa antara mereka yang menentang isi kitab-Nya dan menyembunyikannya, sehingga tidak diketahui para hamba-Nya, maka Allah akan menimpakan kepadanya kehinaan di dunia yang disambung dengan kehinaan di akhirat.

Firman Allah lebih lanjut: saa-a matsalanil qaumul ladziina kadzdzabuu bi-aayaatinaa (“Amat buruklah perumpamaan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami.”) Maksudnya, sungguh sangat buruk perumpamaan kaum yang mendustakan ayat-ayat Kami, di mana mereka diserupakan dengan anjing yang keinginannya hanya mencari makan dan memenuhi hawa nafsunya. Dengan demikian, orang yang keluar dari lingkup ilmu dan petunjuk, serta cenderung mengikuti nafsu syahwatnya, maka ia menjadi seperti anjing. Yang demikian itu benar-benar yang sangat buruk.

Oleh karena itu, di dalam hadits shahih ditegaskan bahwa Rasulullah pernah bersabda: “Bukan bagi kami perumpamaan yang buruk, orang yang mengambil kembali pemberiannya, seperti anjing yang rnenjilat kembali muntahnya.”


Dan firman-Nya: wa anfusaHum kaanuu yadhlimuun (“Dan kepada diri mereka sendirilah mereka berbuat dhalim.”) Maksudnya, Allah tidak mendhalimi mereka, tetapi merekalah yang telah mendhalimi diri mereka sendiri, dengan penolakan mereka untuk mengikuti petunjuk dan melakukan ketaatan kepada Allah dan lebih memilih kehidupan dunia yang fana, serta cenderung kepada kelezatan duniawi dan mengikuti hawa nafsu.

https://alquranmulia.wordpress.com/2015/12/06/tafsir-ibnu-katsir-surah-al-araaf-ayat-175-177/
Previous
Next Post »