Pengertian Kemampuan Awal Peserta Didik



Setiap masing-masing peserta didik hadir ke ruang kelas dengan membawa berbagai macam pengetahuan, keterampilan, keyakinan, dan sikap yang berbeda-beda yang mereka peroleh dari pengalaman-pengalaman terdahulu (Beyer, 1991). Perbedaan latarbelakang inilah yang kemudian berimplikasi dan berpengaruh terhadap bagaimana peserta didik hadir di kelas untuk kemudian menafsirkan dan mengelola informasi yang diperoleh. Peserta didik pada hakekatnya belajar ketika mereka mampu menghubungkan antara konsep-konsep baru dengan pengetahuan atau konsep yang telah mereka punyai atau ketahui. Perbedaan cara peserta didik di dalam memproses dan mengintegrasikan informasi baru dapat berakibat pada berbeda-bedanya pula mereka dalam mengingat (memorizing), berpikir, menerapkan, dan menciptakan pengetahuan baru. Kemampuan awal peserta didik tidak hanya berkaitan pula dengan pengetahuan atau materi mata pelajaran tertentu. Namun, kemampuan awal yang dimaksud dapat berupa pengetahuan dalam dimensi-dimensi yang berbeda, seperti misalnya proses metakognitif dan pemahaman diri (self-understanding).
Pengetahuan pada dasarnya bukan sekedar komoditas yang dapat ditransfer dari satu pikiran ke pikiran yang lain tanpa adanya transformasi (Bettencourt, 1993). Transformasi disini artinya adalah pemerolehan makna atau pun pengetahuan baru dengan menggunakan pengetahuan atau pengalaman yang sudah diperoleh sebelumnya oleh peserta didik. Pengetahuan dan pengalaman sebelumnya yang dimiliki oleh peserta didik merefleksikan pentingnya kemampuan awal di dalam pembelajaran. Peserta didik pada hakekatnya bukan papan tulis kosong yang bisa ditulisi apa saja oleh seorang guru. Peserta didik justru memiliki kemampuan yang cukup signifikan dalam menginterpretasi situasi pembelajaran maupun fenomena lebih dari yang kita sadari. Apa yang mereka pelajari dikondisikan oleh apa telah mereka ketahui atau pelajari.
Pengetahuan ini terdiri dari gabungan fakta, konsep, model, persepsi, keyakinan, nilai, dan sikap, yang beberapa di antaranya akurat, lengkap, dan sesuai dengan konteks yang akan dipelajari, namun beberapa di antaranya bisa jadi merupakan pengetahuan awal yang tidak akurat, dan tidak mencukupi sebagai pra-syarat untuk mempelajari mata pelajaran tertentu. Idealnya, peserta didik membangun landasan pengetahuan yang kuat dan akurat sebelumnya, menjalin hubungan antara pengetahuan yang diperoleh sebelumnya dengan pengetahuan baru yang pada akhirnya dapat membantu mereka membangun struktur pengetahuan yang semakin kompleks dan
kuat. Namun, bisa saja terjadi peserta didik mungkin tidak mampu membuat koneksi ke pengetahuan sebelumnya yang relevan — dengan kata lain, jika pengetahuan itu tidak aktif — sehingga berimplikasi pada tidak terfasilitasinya integrasi pengetahuan awal ke pengetahuan baru. Hal ini disebabkan karena kemampuan awal peserta didik memiliki pengaruh yang signifikan terhadap desain dan pengembangan instruksional yang akan dilakukan oleh guru.
Penelitian terbaru mengungkapkan bahwa kemampuan awal peserta didik terhadap sebuah subyek tertentu akan mempengaruhi bagaimana dan apa yang akan mereka pelajari (Dick, Carey, & Carey, 2009). Oleh karena itu, salah satu komponen penting yang diperlukan dalam mendesain suatu mata pelajaran adalah mengidentifikasi kemampuan awal peserta didik anda. Guru dan peserta didik sudah seharusnya menjadikan karakteristik peserta didik yang terkait dengan kemampuan awal sebagai pijakan dalam mendesain, mengembangkan dan melaksanakan program-program pembelajaran.
Kemampuan awal adalah pemahaman, pengalaman, pengetahuan prasyarat, dan segala sesuatu yang dimiliki oleh peserta didik sebagai pegetahuan awal (prior knowledge) dan disusun secara hirarkis sebagai basis data pengalaman (experiential data base) di dalam diri peserta didik. Dalam hal ini, jika guru mengajarkan materi yang tingkat kesulitannya di atas kemampuan peserta didik, maka akan berimplikasi pada ketidak-efektifan proses dan hasil pembelajaran. Peserta didik akan mengalami kesulitan memahami materi tersebut disebabkan oleh adanya materi prasyarat (pre-requisite), pengetahuan atau kemampuan awal lainnya yang seharusnya menjadi pijakan bagi perolehan pengetahuan baru belum dikuasai oleh peserta didik. Hal ini juga diperkuat oleh pernyataan dari Ausubel dalam Driscoll (1994) yang menegaskan bahwa mengaktifkan kemampuan awal (prior knowledge) yang relevan sangat penting untuk menghasilkan pembelajaran yang bermakna.
Sementara itu Rebber (1988) dalam Muhibbin Syah (2006: 121) menyatakan bahwa kemampuan awal peserta didik merupakan prasyarat awal yang dapat dipergunakan untuk mengetahui adanya perubahan. Selanjutnya Gerlach & Ely (1971) mengungkapkan bahwa kemampuan awal peserta didik pada dasarnya ditentukan dengan cara memberikan entry test atau tes masuk. Kemampuan awal ini juga sangat penting bagi pendidik untuk mendesain pembelajaran dengan memberikan dosis muatan peljaran atau materi yang tepat dan memadai, termasuk juga untuk menentukan tingkat kesukaran dan kemudahan materi. Selain itu juga kemampuan awal
sangat berguna bagi pendidik untuk mengambil langkah-langkah yang diperlukan di dalam proses belajar mengajar.
Dalam hal ini, Gagne (1979) menyatakan bahwa kemampuan awal mempunyai kedudukan yang lebih rendah dibandingkan dengan kemampuan atau pengetahuan baru di dalam pembelajaran dimana kemampuan awal merupakan prasyarat yang harus dimiliki peserta didik sebelum memasuki pembelajaran menuju materi berikutnya yang lebih tinggi. Dengan demikian, seorang peserta didik yang sudah memiliki kemampuan awal yang baik akan lebih cepat memahami materi pelajaran dibandingkan dengan dengan peserta didik yang tidak memiliki kemampuan awal dalam proses pembelajaran.
Atwi Suparman (2001) juga menjelaskan bahwa kemampuan awal adalah pengetahuan dan keterampilan yang telah dimiliki oleh peserta didik sehingga mereka dapat mengikuti pelajaran dengan baik. Senada dengan itu, Dick & Carey (2005) menambahkan bahwa kemampuan awal merupakan suatu keterampilan khusus yang dimiliki oleh peserta didik yang harus dapat mereka tunjukkan sebelum mengikuti suatu kegiatan pembelajaran tertentu. John P. Decoco (1976) juga berpendapat bahwa kemampuan awal merupakan keadaan pengetahuan dan keterampilan peserta didik yang dimiliki saat ini, dan nantinya akan dihubungkan dengan keadaan pengetahuan dan keterampilan mereka yang akan datang yang diharapkan oleh guru untuk dapat dicapai oleh peserta didik.
Berdasarkan beberapa definisi kemampuan awal yang telah disampaikan oleh para ahli tersebut di atas, maka dapat disimpulkan bahwa kemampuan awal merupakan seperangkat pengetahuan dan keterampilan yang relevan yang dimiliki oleh peserta didik pada saat sekarang (sebelum mengikuti pembelajaran) dan berfungsi sebagai referensi atau input utama bagi guru sebelum melaksanakan proses pembelajaran, terutama untuk menetapkan tujuan pembelajaran serta desain pembelajaran yang bermakna bagi peserta didik. Selain itu, kemampuan awal ini juga sangat penting diketahui oleh guru terutama untuk mengidentifikasi dua hal berikut: a) apakah peserta didik telah mempunyai pengetahuan atau kemampuan yang merupakan prasyarat (prerequisite) untuk mengikuti pembelajaran; dan b) sejauhmana peserta didik telah mengetahui atau menguasai materi yang akan disajikan oleh guru.
Dengan demikian, diagnosis kemampuan awal (recognition of prior learning) merupakan salah satu variabel penting dalam penentuan desain dan proses pembelajaran. Upaya pembelajaran
apapun yang dipilih dan dilakukan oleh guru jika tidak bertumpu pada kemampuan awal peserta didik selaku subyek belajar yang aktif, maka pembelajaran tidak akan bermakna. Karakteristik peserta didik yang terkait dengan pengetahuan awal dapat diidentifikasi sebagai faktor yang sangat berpengaruh terhadap proses dan hasil belajar. Oleh karena kedudukannya yang sangat signifiknan tersebut, maka dibutuhkan kemampuan seorang guru untuk menganalisa karakteristik kemampuan awal yang telah dimiliki peserta didik sebagai landasan dalam memilih metode dan strategi pembelajaran yang sesuai. Kemampuan awal sangat berpengaruh pula terhadap proses-proses internal yang berlangsung di dalam diri peserta didik ketika belajar dan juga secara tidak langsung akan berpengaruh terhadap pelaksanaan dan hasil belajar peserta didik secara komprehensif. Hal ini disebabkan karena kemampuan awal menggambarkan kesiapan (readiness) peserta didik dalam menerima pelajaran yang akan disampaikan oleh guru.

Kegunaan dari Identifikasi Kemampuan Awal Peserta Didik


Bapak dan Ibu, dalam upaya mendesain pembelajaran yang bermakna, peserta didik pada hakekatnya harus memenuhi dua kriteria pemahaman, yaitu “keterhubungan" dan "kegunaan dalam konteks sosial” (Smith, 1991). "Connectedness", atau yang disebut juga keterhubungan tersebut dimulai ketika sebuah ide dipahami oleh sejauh mana siswa dapat dengan tepat menggambarkannya dan menghubungkannya dengan pengetahuan sebelumnya dalam konteks sosial, hal ini disebut juga dengan struktur pengetahuan seseorang. Sedangkan "Kegunaan", menggambarkan "fungsi dari pengetahuan seseorang", yakni ketika sebuah ide dipahami oleh sejauh mana yang peserta didik dapat menggunakan ide itu dan berhasil melakukan tugas yang signifikan sesuai dengan konteks sosial (Smith, 1991). Lalu, apakah Bapak dan Ibu memahami bagaimanakah cara seorang pendidik dapat dengan tepat memfasilitasi peserta didik dalam pembelajarannya? Berikut ini akan dideskripsikan beberapa kegunaan dari identifikasi kemampuan awal peserta didik.
Pertama, pendidik harus memahami bagaimana struktur dan fungsi pengetahuan atau kemampuan awal peserta didik terhubung selama proses pembelajaran. Dunkin dan Biddle (1974) menggambarkan sebuah model (Gambar 1) untuk membantu memahami interaksi antara proses dan faktor yang mengintervensi dalam situasi belajar mengajar. Memahami interaksi ini akan sangat membantu peserta didik untuk belajar lebih bermakna. Keberhasilan maupun kegagalan
dalam proses pembelajaran sebagian besar tergantung pada faktor-faktor yang mengintervensi dalam pembelajaran itu sendiri, terutama terkait dengan kemampuan awal peserta didik. Dalam hal ini, Dochy (1992) menegaskan bahwa pengetahuan atau kemampuan awal yang telah dimiliki oleh peserta didik, memiliki pengaruh yang besar terhadap cara dan tingkat pengetahuan baru tersebut dipahami, disimpan, dan digunakan oleh peserta didik.



Gambar 1. Hubungan antara kemampuan awal, aktivitas pembelajaran, dan hasil belajar peserta didik (Dunkin dan Biddle, 1974)
Kedua, dalam hal pentingnya mendiagnosis kemampuan awal ini, Harris (2000: 1) juga mengemukakan bahwa diagnosis kemampuan awal (recognition of prior learning) merupakan salah satu variabel penting dalam penentuan proses pembelajaran. Lebih lanjut dikatakan bahwa “the recognition of prior learning (RPL) refers to practice developed within education and training to identify and recognise adults pevious learning. The broad principle is that previous learning – acquired informally, non-formally, experientally or formally- can and should be recognised and given currency within formal education and training framework”. Dalam hal ini, diagnosis kemampuan awal perlu dilakukan untuk mengetahui pengetahuan atau pembelajaran yang telah diperoleh oleh peserta didik baik secara formal maupun tidak formal. Pengetahuan akan
kemampuan awal tersebut perlu diidentifikasi agar proses pembelajaran dapat selaras antara guru dengan peserta didik.
Ketiga, kemampuan awal juga digunakan tidak hanya untuk kepentingan keselarasan dalam proses pembelajaran, melainkan juga untuk meningkatkan kebermaknaan pengajaran. Kemampuan awal peserta didik juga berdampak pada kemudahan dalam mengikuti proses pembelajaran dan juga memudahkan pengintegrasian proses-proses internal yang berlangsung dalam diri peserta didik ketika belajar (Hamzah Uno, 2011). Martinis Yamin (2007: 32) mengungkapkan salah satu manfaat dan kegunaan yang diperoleh ketika mengidentifikasi kemampuan awal peserta didik adalah guru dapat memperoleh gambaran yang lengkap dan terperinci tentang kompetensi/ kemampuan awal para peserta didik yang berfungsi sebagai prerequisite bagi bahan materi baru yang akan disampaikan. Kegunaan selanjutnya adalah dengan mengidentifikasi kemampuan awal peserta didik maka guru dapat dengan lebih mudah dan tepat dalam mengembangkan strategi, media, dan evaluasi pembelajarannya. Implikasi yang lebih luas yaitu, kebutuhan peserta didik dapat diakomodasikan sehingga pembelajaran yang dilakukan dapat memberikan hasil yang memuaskan.
Berdasarkan penjelasan tersebut terlihat bahwa kemampuan awal memiliki peranan penting dalam pembelajaran. Telah dijelaskan di atas bahwa sebelum pembelajaran dilakukan, guru harus mengetahui karakteristik awal dari peserta didiknya, salah satunya yaitu kemampuan awal siswa. Menurut Smaldino (1996) seperti yang dikutip Dewi Salma (2008: 20) bahwa setiap peserta didik berbeda satu sama lain karena karakteristik umum, kemampuan awal prasyarat dan gaya belajar. Lebih lanjut dijelaskan bahwa kemampuan awal atau prasyarat merupakan kemampuan dasar yang harus dimiliki sebelum peserta didik akan mempelajari kemampuan baru. Oleh sebab itu, penting bagi seorang guru untuk mengetahui karakteristik awal siswa sebelum merencanakan pembelajaran karena jika kurang, kemampuan awal ini menjadi mata rantai penguasaan materi dan menjadi penghambat dalam proses belajar. Dalam hal ini, guru dapat mengidentifikasi kemampuan awal peserta didik dengan cara memberikan pertanyaan-pertanyaan informal seperti menanyakan tentang topik-topik tertentu pada saat pembelajaran di kelas. Selain itu, guru dapat pula memberikan tes formal berupa tes-tes standar yang dikembangkan sebelumnya.
Peserta didik menghubungkan apa yang mereka pelajari dengan apa yang sudah mereka ketahui, menafsirkan informasi yang masuk, dan bahkan mempersepsikannya melalui indra, melalui lensa pengetahuan, keyakinan, dan asumsi mereka yang mereka ketahui (Vygotsky, 1978; National Research Council, 2000). Bahkan, ada kesepakatan luas di kalangan peneliti bahwa sangat penting bagi peserta didik untuk menghubungkan pengetahuan baru dengan pengetahuan sebelumnya untuk kepentingan pembelajaran (Bransford & Johnson, 1972; Resnick, 1983). Penelitian lain juga menunjukkan bahwa mengajukan pertanyaan kepada peserta didik yang dirancang secara khusus untuk memicu retensi atau pengungkapan kembali informasi atau pengetahuan yang lama dapat membantu mereka menggunakan pengetahuan sebelumnya tersebut untuk melakukan integrasi dan retensi terhadap informasi baru (Woloshyn, Paivio, & Pressley, 1994).
Menurut Suprayekti dan Agustyarini (2015: 50), identifikasi pengetahuan tentang kemampuan awal peserta didik sangat penting karena memiliki kegunaan sebagai berikut:
  1. Memberikan dosis pelajaran yang tepat. Artinya, materi yang diberikan dapat diorganisasikan dengan lebih baik, tidak terlalu mudah bagi peserta didik karena materi yang akan diajarkan ternyata sudah dikuasai oleh peserta didik; ataupun tidak terlalu sulit karena bisa saja terjadi kesenjangan yang cukup jauh antara kemampuan awal awal peserta didik dengan pengetahuan baru yang harus dikuasai.
  2. Mengambil langkah-langkah yang diperlukan, seperti misalnya apakah peserta didik memerlukan remedial sebelum mereka siap menerima materi baru. Melalui identifikasi kemampuan awal peserta didik maka guru dapat merancang kegiatan pembelajaran yang tepat termasuk pemilihan strategi, media, dan penilaian pembelajaran dengan lebih baik.
  3. Mengukur apakah peserta didik memiliki prasyarat yang dibutuhkan. Prasyarat disini adalah kompetensi yang harus dimiliki oleh peserta didik sebelum mengikuti pelajaran tertentu. Analisis kemampuan peserta didik berfungsi juga untuk menggambarkan statistik kemampuan yang dimiliki peserta didik. Dalam hal ini, jika kemampuan prasyarat untuk mengikuti pembelajaran telah dimiliki peserta didik, maka pembelajaran dapat dilanjutkan ke topik/materi berikutnya. Sebaliknya, jika tidak maka guru dapat meminta peserta didik mengambil tambahan pelajaran khusus/tertentu atau bahkan melakukan review/kajian terhadap materi terkait sebelum masuk pada materi pembelajaran yang sebenarnya.
  4. Memilih pola-pola pembelajaran yang lebih baik. Dengan mengidentifikasi kemampuan awal peserta didik, maka guru dapat mendesain skenario pembelajaran dengan lebih baik, serta menentukan materi dengan lebih terorganisir, memilih strategi apa yang akan digunakan, serta menentukan media pembelajaran apa yang tepat dan dapat digunakan untuk membantu kegiatan pembelajaran.

Teknik-Teknik Mendeteksi Kemampuan Awal Peserta Didik


Bapak dan Ibu setelah mengetahui dan memahami kegunaan atau fungsi dari mengidentifikasi kemampuan awal peserta didik, selanjutnya akan dibahas beberapa teknik dalam mendeteksi kemampuan awal peserta didik. Teknik-teknik yang dimaksud bisa dilakukan baik secara informal (seperti misalnya mengajukan pertanyaan ke kelas) maupun dengan cara-cara yang lebih formal (misalnya, melakukan kajian/tinjauan terhadap hasil ujian terstandardisasi atau memberikan ujian dan penilaian yang dibuat oleh guru). Ujian masuk merupakan penilaian yang menentukan apakah peserta didik memiliki prasyarat atau kompetensi-kompetensi yang diperlukan sehingga proses pembelajaran berlangsung dengan optimal. Sebagai contoh, jika anda akan mengajar peserta didik tentang proses pemilihan Presiden, maka peserta didik harus sudah memahami makna “presiden” terlebih dahulu sebagai salah satu konten prasyarat atau kemampuan awal peserta didik. Dengan demikian, konten terkait presiden ini tidak perlu lagi disertakan ke dalam mata pelajaran.
Untuk membantu mengklarifikasi kemampuan awal, sangat penting bagi seorang guru untuk membuat daftar kemampuan awal apa sajakah yang diperlukan di dalam rencana mata pelajaran. Dalam melakukan pendataan atau pencermatan terhadap jenis-jenis kemampuan awal yang akan dimasukkan ke dalam rencana mata pelajaran, guru dapat melakukannya dengan cara menyatakan jenis-jenis kemampuan awal tersebut ke dalam format “jenis tujuan”. Dalam materi pemilihan presiden misalnya, kemampuan awalnya bisa ditentukan sebagai berikut: “para peserta didik bisa mendefinisikan presiden”. Sedangkan untuk materi Geometri, kemampuan awal yang bisa dituliskan adalah: ‘para peserta didik bisa/mampu mengalikan”. Setelah kemampuan awal sudah berhasil diidentifikasi dan ditentukan, maka guru bisa menggunakan ujian masuk (entry test) untuk mengidentifikasi peserta didik mana yang membutuhkan perbaikan sebelum masuk ke mata pelajaran yang akan diajarkan. Ujian masuk tersebut, mungkin dibutuhkan untuk menilai konten
yang akan diajarkan untuk mengetahui apakah peserta didik belum menguasai apa yang guru rencanakan untuk ajarkan.
Lebih lanjut, Suprayekti dan Agustyarini (2015: 52) menyatakan bahwa teknik mendeteksi kemampuan awal peserta didik dapat dilakukan diantaranya dengan:
  1. Menggunakan catatan atau dokumen yang tersedia. Dalam hal ini, catatan kemajuan peserta didik (raport) dapat dijadikan sebagai salah satu sumber referensi untuk mendeteksi kemampuan awal peserta didik.
  2. Menggunakan tes prasyarat (prerequisite test) dan tes awal (pre-test). Tes prasyarat adalah tes untuk mengetahui apakah peserta didik telah memiliki pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan ataupun dipersyaratkan sebelum mengikuti pelajaran tertentu. Sedangkan tes awal merupakan tes yang dilakukan untuk mendeteksi seberapa jauh peserta didik telah memiliki pengetahuan dan keterampilan terkait pelajaran yang akan diikuti. Teknik yang dapat dilakukan oleh guru diantaranya adalah dengan menggunakan wawancara, observasi, dan memberikan kuesioner kepada peserta didik.
  3. Mengadakan konsultasi individual. Teknik ini dapat dilakukan oleh guru dengan cara mewawancarai peserta didik secara informal, bisa berupa konseling untuk mengetahui prestasi peserta didik ataupun untuk mengelaborasi masalah yang mungkin sedang dimiliki oleh peserta didik.
  4. Menggunakan angket atau kuesioner kepada peserta didik untuk memperoleh informasi terkait bagaimana karakteristik peserta didik khususnya kemampuan awal ataupun pengalaman yang sudah dimiliki oleh peserta didik.

Beberapa teknik tersebut di atas dapat dipergunakan oleh guru sebagai alternatif dalam mendeteksi kemamppuan awal peserta didik sebelum mendesain pembelajaran sehingga pembelajaran menjadi lebih bermakna. Selain itu, mendeteksi kemampuan awal peserta didik juga dapat dilakukan dengan mendiskusikan beberapa topik yang relevan sebelum guru memulai pelajaran serta menggunakan pengetahuan/keterampilan yang sudah akrab bagi peserta didik. Dengan demikian, peserta didik dapat lebih siap dalam menerima materi baru dan lebih termotivasi untuk terlibat dalam aktivitas maupun tugas-tugas pembelajaran yang telah di rancang oleh guru.
Guru dapat mengukur tingkat pengetahuan peserta didik sebelumnya tersebut dan menggunakannya sebagai landasan untuk mempersiapkan pembelajaran.

Jenis-Jenis Kemampuan Awal Peserta Didik

Pembelajaran pada hakekatnya berkontribusi terhadap perkembangan intelektual manusia karena sifatnya yang kumulatif. Peserta didik pada dasarnya berkembang dari satu titik ke titik berikutnya di dalam perkembangannya, dimana mereka juga belajar serangkaian atau pun seperangkat kemampuan melalui proses diferensiasi, mengingat (recall), dan transfer pembelajaran.
Llewellyn (2002) berpendapat bahwa pembelajaran harus lebih bersifat kognitif dan tidak didasarkan pada transfer pengetahuan secara langsung dari pendidik kepada peserta didik semata. Peserta didik pada dasarnya merupakan individu yang 'unik' dan respon mereka terhadap konstruksi pengetahuan dalam konteks pembelajaran harus dipandang unik pula karena perbedaan dalam kemampuan awal mereka. Artinya adalah bahwasanya pengetahuan peserta didik adalah produk dari konstruksi mereka sendiri.
Pada hakekatnya, mengaitkan antara pengetahuan baru dengan pengetahuan sebelumnya dapat memfasilitasi proses pembelajaran. Peserta didik dapat dengan lebih mudah melakukan coding dan menyimpan informasi dalam memori jangka panjang ketika ada tautan ke pengalaman dan pengetahuan pribadi. Cara sederhana untuk merangsang ingatan adalah dengan mengajukan pertanyaan tentang pengalaman sebelumnya, pemahaman tentang konsep sebelumnya, atau isi konten yang akan dipelajari. Hal ini memungkinkan peserta didik untuk membangun pengetahuan atau keterampilan mereka sebelumnya.
Pada bagian ini, akan dibahas terkait jenis-jenis kemampuan awal untuk belajar keterampilan intelektual, informasi verbal, strategi kognitif, sikap, dan psikomotorik. Gagne (1977) mengklasifikasikan hasil belajar ke dalam lima kategori atau taksonomi. Kelima taksonomi tersebut pada dasarnya merepresentasikan berbagai macam luaran sebagai hasil dari proses pembelajaran. Klasifikasi pembelajaran menurut Gagne (1977) meliputi lima jenis kemampuan atau ranah belajar, yakni: keterampilan intelektual, startegi kognitif, informasi verbal, sikap, dan psikomotor. Berikut akan diuraikan masing-masing jenis taksonomi atau kategori tersebut kaitannya dengan kemampuan awal peserta didik.
  1. Keterampilan Intelektual
    Keterampilan intelektual merupakan jenis pengetahuan prosedural yang memerlukan kemampuan awal dengan jenis komponen keterampilan yang lebih sederhana. Keterampilan intelektual ini meliputi: 1) Diskriminasi; 2) Konsep konkret; 3) Penggunaan aturan; dan 4) Pemecahan masalah (problem solving).
    Diskriminasi yang dimaksud disini adalah membuat respon-respon yang berbeda untuk masing-masing peserta didik dengan melihat dan mengamati beragam perbedaan esensial diantara input yang berbeda-beda tersebut serta meresponnya dengan beragam pula terhadap tiap-tiap input. Belajar memperbedakan disini adalah belajar membedakan hubungan stimulus respon sehingga bisa memahami bermacam-macam objek fisik dan konsep. Dalam merespon lingkungannya, peserta didik membutuhkan keterampilan-keterampilan sederhana sehingga dapat membedakan suatu objek dengan objek lainnya, dan membedakan satu simbol dengan simbol lainnya. Terdapat dua macam belajar memperbedakan yaitu memperbedakan tunggal dan memperbedakan jamak. Contoh memperbedakan tunggal, “siswa dapat menyebutkan segitiga sebagai lingkungan tertutup sederhana yang terbentuk dari gabungan tiga buah ruas garis”. Contoh memperbedakan jamak, siswa dapat menyebutkan perbedaan dari dua jenis segitiga berdasarkan besar sudut dan sisi-sisinya. Berdasarkan besar sudut yang paling besar adalah sudut siku-siku dan sisi terpanjang adalah sisi miringnya, sementara pada segitiga sama sisi besar sudut-sudutnya sama begitu pula dengan besar sisi-sisinya. Dalam hal ini guru dapat memberikan tes kemampuan awal dengan beragam jenis tes, misalnya dengan cara menanyakan kepada peserta didik tentang bentuk segitiga; meminta peserta didik yang lainnya menggambarkan bentuk segitiga; atau peserta didik diminta membedakan perbedaan sudut dan sisi.
    Konsep konkret disebut juga belajar pembentukan konsep dimana peserta didik belajar mengenal sifat bersama dari benda-benda konkret, atau peristiwa untuk mengelompokkannya menjadi satu. Misalnya, untuk memahami konsep persegi panjang, peserta didik diminta mengamati jendela rumah (yang bentuknya persegi panjang), batu bata, meja kerja dan sebagainya. Benda-benda konkret ini diupayakan sedekat mungkin dengan pengalaman peserta didik sebelumnya, artinya peserta didik memang sudah familiar betul dengan benda-benda yang disebutkan sebagai contoh oleh guru.
    Penggunaan aturan terbentuk berdasarkan konsep-konsep yang sudah dipelajari. Aturan merupakan pernyataan verbal, dalam matematika misalnya adalah: teorema, dalil, atau sifat-sifat. Contoh aturan dalam segitiga siku-siku berlaku kuadrat sisi miring sama dengan jumlah kuadrat sisi-sisi siku-sikunya. Dalam belajar pembentukan aturan memungkinkan anak untuk dapat menghubungkan dua konsep atau lebih. Sebagai contoh, terdapat sebuah segitiga dengan sisi siku-sikunya berturut-turut mempunyai panjang 3 cm dan 4 cm. Guru meminta anak untuk menentukan panjang sisi miringnya. Untuk menghitung panjang sisi miringnya, anak memerlukan suatu aturan Pythagoras yang berbunyi “pada suatu segitiga siku-siku berlaku kuadrat sisi miring sama dengan jumlah kuadrat sisi siku-sikunya”. Dengan menggunakan aturan di atas maka akan diperoleh perhitungan berupa 32 + 42 = 25 = 52, jadi panjang sisi miring yang ditanyakan adalah 5 cm. Dalam hal ini kemampuan awal yang bisa dielaborasi oleh guru adalah pemahaman peserta didik terkait aturan-aturan dalam rumus phythagoras. Guru juga bisa melakukan cek terhadap pemahaman peserta didik terkait segitiga siku-siku.
    Pemecahan masalah dimaksudkan bahwasanya belajar memecahkan masalah adalah tipe belajar yang lebih tinggi tingkatnya dan lebih kompleks daripada tipe belajar aturan (rule learning). Pada tiap tipe belajar memecahkan masalah, aturan yang telah dipelajari terdahulu untuk membuat formulasi penyelesaian masalah. Contoh belajar memecahkan masalah yang dilakukan oleh guru misalnya mencari selisih kuadrat dua bilangan yang sudah diketahui jumlah dan selisihnya. Dalam hal ini, kemampuan awal yang bisa dimasukkan ke dalam daftar atau format tujuan oleh guru berupa kemampuan peserta didik dalam memahami kuadrat dua bilangan. Pemecahan masalah merupakan tipe belajar yang tingkatnya paling tinggi dan kompleks dibandingkan dengan tipe belajar dimulai prasyarat yang sederhana, yang kemudian meningkat pada kemampuan kompleks. Gagne mengemukakan bahwa transfer belajar akan terjadi apabila pengetahuan dan keterampilan matematika yang telah dipelajari dan yang berkaitan dengan konsep dan prinsip, berhubungan langsung dengan permasalahan baru yang kita hadapi. Tetapi sebaliknya, apabila konteks yang baru tersebut membutuhkan suatu konsep dan prinsip yang berbeda dari kemampuan spesifik yang sudah dikuasai sebelumnya, maka transfer belajar tidak akan terjadi.
  2. Strategi Kognitif
    Kapabilitas strategi kognitif adalah kemampuan untuk mengkoordinasikan serta mengembangkan proses berpikir dengan cara merekam, membuat analisis dan juga sintesis. Kapabilitas ini terorganisasikan secara internal sehingga memungkinkan beberapa aspek seperti perhatian, belajar, mengingat, dan berfikir peserta didik menjadi terarah.
    Contoh penerapan dari kapabilitas strategi kognitif, adalah Guru Arya akan memberikan materi kepada peserta didik yakni terkait dengan macam-macam bencana alam. Di dalam apersepsi, untuk menggali kemampuan awal peserta didik, guru tersebut perlu mengembangkan proses berpikir mereka dengan memintanya untuk membaca artikel di majalah ilmiah terkait dengan macam-macam bencana alam. Apa yang dipelajari peserta didik dari artikel tersebut mungkin hanya berupa fakta, strategi, atau penerapan teori. Namun, untuk menyeleksi informasi yang dibacanya, dan memberikan kode terhadap informasi yang direkam dipikirannya, serta menemukan kembali informasi tersebut untuk keperluan pemerolehan pengetahuan baru, maka peserta didik harus mempergunakan strategi kognitif untuk memahami apa yang sudah dibaca dan dipelajarinya, terutama untuk memecahkan masalah ketika guru memberikan beberapa studi kasus di pembelaran inti. Berdasarkan kemampuan awal yang telah dimilikinya tersebut, maka peserta didik dapat membuat beberapa alternatif pemecahan masalah terkait mitigasi bencana.

  3. Informasi Verbal
    Kapabilitas informasi verbal merupakan kemampuan untuk mengkomunikasikan secara lisan pengetahuannya tentang fakta-fakta. Informasi verbal diperoleh secara lisan, membaca buku dan sebagainya. Informasi ini dapat diklasifikasikan sebagai fakta, prinsip, nama generalisasi. Informasi Verbal juga merupakan kemampuan untuk mengenal dan menyimpan nama atau istilah, fakta, dan serangkaian fakta yang merupakan kumpulan pengetahuan. Contoh, ketika guru akan memberikan materi tentang perhitungan segitiga dengan menggunakan rumus Phytagoras, guru dapat membuat daftar kemampuan awal yang harus dimiliki oleh peserta didik tersebut dengan diantaranya dengan peserta didik mampu menyebutkan dalil Phytagoras yang berbunyi, “pada segitiga siku-siku berlaku kuadrat sisi miring sama dengan jumlah kuadrat sisi-sisi siku-sikunya.
    Contoh penerapan yang lain adalah jika guru akan mengajar peserta didik untuk menghitung luas bidang geometri, maka guru perlu memberikan pengetahuan prasyarat atau kemampuan awal terkait dengan penyebutan bidang-bidang geometri oleh peserta didik untuk mengidentifikasi peserta didik mana yang membutuhkan perbaikan sebelum memasuki pelajaran geometri.
    Contoh kemampuan awal lainnya adalah, pada mata pelajaran Pengoperasian dan Perakitan Sistem Kendali (PPSK), proyek tugas akhir merupakan pembelajaran yang digunakan dalam materi pengendali elektronik. Sebelum membuat suatu barang tentu, peserta didik harus mengetahui dasar-dasarnya terlebih dahulu. Materi pengendali elektronik merupakan suatu rangkaian pengendali yang menggunakan prinsip dasar elektronika. Dengan demikian, peserta didik perlu mengetahui dasar-dasar mengenai elektronika yang berhubungan dengan sistem kendali. Oleh karenanya, kemampuan awal yang harus dimiliki peserta didik dalam pengendali elektronik pada mata pelajaran PPSK diantaranya adalah menyebutkan prinsip pengoperasian, merencanakan rangkaian, membuat rangkaian dan mengoperasikan sistem pengendali elektronik.

  4. Sikap
    Kapabilitas sikap adalah kecenderungan untuk merespon secara tepat terhadap
    stimulus atas dasar penilaian terhadap stimulus tersebut. Respon yang diberikan oleh seseorang terhadap suatu objek mungkin positif mungkin pula negatif, hal ini tergantung kepada penilaian terhadap objek yang dimaksud, apakah sebagai objek yang penting atau tidak.
    Contoh, seorang pserta didik memasuki toko buku yang didalamnya tersedia berbagai macam jenis buku, bila peserta didik tersebut memiliki sikap positif dan senang terhadap matematika, tentunya sikap yang dimilikinya tersebut akan berimplikasi terhadap terpengaruhnya peserta didik tersebut dalam memilih buku matematika dibandingkan dengan buku lain.

  5. Psikomotor
Untuk mengetahui seseorang memiliki kapabilitas keterampilan motorik, kita dapat melihatnya dari segi kecepatan, ketepatan, dan kelancaran gerakan otot-otot, serta anggota badan yang diperlihatkan orang tersebut. Kemampuan dalam mendemonstrasikan alat-alat
peraga matematika merupakan salah satu contoh tingkah laku kapabilitas ini. Dalam hal ini maka kemampuan awal yang harus dikuasai oleh peserta didik adalah diantaranya mampu menggunakan penggaris, jangka, sampai kemampuan menggunakan alat-alat tadi untuk membagi sama panjang suatu garis lurus.
Contoh penerapan yang lain adalah jika guru akan mengajar peserta didik untuk menghitung luas bidang geometri, maka guru perlu memberikan pengetahuan prasyarat atau kemampuan awal terkait dengan kemampuan perkalian peserta didik untuk mengidentifikasi peserta didik mana yang membutuhkan perbaikan sebelum memasuki pelajaran geometri.
Contoh kemampuan awal lainnya adalah, pada mata pelajaran Pengoperasian dan Perakitan Sistem Kendali (PPSK), proyek tugas akhir merupakan pembelajaran yang digunakan dalam materi pengendali elektronik. Sebelum membuat suatu barang tentu, peserta didik harus mengetahui dasar-dasarnya terlebih dahulu. Materi pengendali elektronik merupakan suatu rangkaian pengendali yang menggunakan prinsip dasar elektronika. Dengan demikian, kemampuan awal yang harus dimiliki oleh peserta didik tidak hanya perlu mengetahui dasar- dasar mengenai elektronika yang berhubungan dengan sistem kendali saja melainkan juga dapat merencanakan rangkaian, membuat rangkaian dan mengoperasikan sistem pengendali elektronik.


Glosarium 
Kemampuan Awal
Kemampuan atau pengetahuan, keterampilan dan sikap yang telah dikuasai peserta didik sehingga mereka dapat mengikuti kegiatan instruksional seperti yang sudah dirancang oleh guru.

Kapabilitas
Hasil belajar yang bersifat kognitif dan belum sampai ke tingkat kompetensi, namun dapat digunakan sebagai dasar dalam belajar lebih lanjut untuk mencapai kompetensi.

Strategi Kognitif
Keterampilan yang terorganisasi secara internal. Kemampuan strategis menyangkut bagaimana cara mengingat, dan cara belajar berpikir tanpa terikat pada materi apa yang dipelajari atau dipikirkan.

Keterampilan Intelektual
Hasil belajar yang meliputi cara melakukan atau pengetahuan yang bersifat prosedural.

Informasi Verbal
Kemampuan menjelaskan secara verbal tentang sesuatu yang dipelajari baik berbentuk fakta, prinsip, maupun penggunaan aturan.
Previous
Next Post »